nou

tamu di pagi hari

Nein Arimasen
3 mins read ·

coretan silang 1/3

url https://coretan-silang.blogspot.com/2008/04/bagian-01.html

Sebuah pagi yang cerah. Sinar matahari tampak masih malu-malu memunculkan sosoknya pada hari itu. Embun-embun pagi masih menggeliat manja dan mengantung malas pada daun-daun hijau, yang berkilau karenanya. Burung-burung telah mulai meninggalkan sarang dan serangga-serangga mulai mencari-cari makan. Serombongan lebah bahkan sudah mulai berdengung keluar dari rumah mereka dan menjelajah mencari-cari bunga-bunga segar untuk diminta serbuk sari dan madu bunga mereka.

Sesosok pemuda tampak duduk di atas sebuah batu dengan wajah yang tenang. Ia tampak menikmati semua keadaan di atas. Alam yang asri dan tenteram. Dengan bertelanjang dada ia bersila membiarkan tubuhnya yang kurus tapi berotot bermandikan sinar matahari pagi yang menyinarinya dari belakang. Tampak ia sedang berlatih sesuatu yang mengisyaratkan perlunya mandi sinar matahari di pagi hari.

Tarikan napas pemuda itu hampir tak terdengar karena dihirupnya udara dengan halus dan dihembuskannya pula dengan cara yang sama. Hanya uap halus yang muncul dari lubang hidungnya, yang maju kira-kira semeter ke depan untuk kemudian menguap ke atas saat ia menghembuskan napaslah yang menandakan bahwa pemuda tersebut masih bernapas. Berkali-kali uap napasnya keluar dan membuyar ke atas. Tampak bahwa ia sedang tenggelam sangat dalam latihannya.

Tiba-tiba keheningan yang tenteram itu terusik dengan datangnya sesosok tubuh yang sempoyongan. Langkah yang berat dan napas yang tidak teratur. Baju yang dikenakannya telah compang-camping dengan luka membaret di sana-sini. Usianya yang masih setengah baya tampak jauh lebih tua ditambah dengan kerut-kerut wajahnya dan juga kelelahannya yang mungkin akibat luka-luka yang dideritanya.

“Tolong…!!” katanya terengah-engah. “Panggil.. pasila Wo-Le-Ke…!!” Ia tak sempat menyelesaikan perkataannya karena keadaan tubuhnya yang kepayahan tersebut dan jatuh ambruk di atas rumput tepat di hadapan pemuda yang bangkit dari silanya dan segera mengenakan bajunya.

Segera setelah memeriksa sosok yang pingsan di hadapannya itu, sang pemuda menusuk sana-sini pada tubuh orang itu dengan jari tengahnya dan mengurut-urut beberapa bagian. Terdengar napas orang itu menjadi lebih teratur walaupun masih saja pingsan.

Setelah memastikan bahwa orang yang ada di hadapannya telah baik dan hanya kelelahan, kemudian pemuda itu memanggulnya dan berkelebat hilang dari tempat itu. Membawa orang yang sedang tak sadarkan diri menuju ke arah datangnya sinar matahari pagi.

Sepeninggalkan pemuda dan orang yang dipanggulnya beberapa sosok bayangan tiba di tempat itu. Dua orang berperawakan besar dan berperangai kasar. Keduanya berjalan dengan langkah-langkah yang dalam dan lebar. Rumput-rumput tampak membekas setelah mereka lewat. Bukan hanya membekas seperti tertindih tapi lebih dari itu. Layu. Mati seakan-akan terkena sinar matahari yang terik pada musim kemarau.

“Ada yang menolongnya!” kata orang yang pertama sambil memperhatikan daerah rumput yang rebah yang membentuk tempat yang agak besar dekat sebuah batu besar dan datar permukaannya.

“Ya, dan yang menolongnya tadi bersila di atas batu ini!” sahut orang kedua sambil meraba tempat bersilanya pemuda tadi.

“Biar kita kasih pelajaran si Wo-Le-Ke bila ia turut campur!” ucap orang yang pertama.

“He-he-he! Sekalian membayar hutang lama!” jawab orang yang kedua.

Keduanya tertawa terbahak-bahak sambil seseorang dari mereka mengayunkan kakinya dan “Brakkk!!” batu datar tempat pemuda tadi itu bersila hancur terbelah menyisakan sebuah lobang menganga di tengahnya. Tidak lagi bisa digunakan untuk bersila.

Manusia-manusia yang tidak baik. Alam yang tidak tahu apa-apa dirusak oleh mereka hanya untuk menunjukkan kebisaan mereka. Kebisaan yang sebenarnya masih jauh dari kemampuan-kemampuan yang ada di alam ini. Seperti kata pepatah, semakin banyak ilmu seseorang akan semakin ia diam dan mendengarkan serta mengamati. Akan tetapi semakin sedikit ilmu seseorang akan semakin ia berbicara menceritakan atau menunjukkan ilmunya ke mana-mana.

Keduanya pun kemudian berlalu dari sana. Pergi ke arah ke mana pemuda tadi memanggul orang yang tak sadarkan diri itu. Menuju arah dari mana matahari pagi memancarkan sinarnya.

Tags: