nou

rencana kecil lo-kai

Nein Arimasen
8 mins read ·

gua susun utara 8/13

url https://gua-susun-utara.blogspot.com/2007/08/rencana-kecil-lo-kai.html

“Jangan ke sana, nionio!” ucap pemuda itu sambil menunjuk beberapa bangunan tinggi besar dan berdindingkan tembok yang telah suram warnanya.

“Mengapa?” tanya wanita berambut emas yang berdiri di samping pemuda itu. Tak lupa ia menyelipkan lengannya di pinggang sang pemuda, menandakan hubungan keduanya tidak biasa.

“Itu daerah kekuasaan para lumbung,” jelas sang pemuda.

“Para lumbung?” tanya wanita itu lagi. “Jelaskan!” perintahnya pendek.

“Para lumbung, adalah para pedagang khusus bahan makanan pokok yang menguasai pemasaran ke dan keluar pulau dan kota Kern. Mereka menguasai harga dan juga jalur distribusinya. Mereka menentukan harga dan siapa-siapa yang boleh membeli dan menjual dari dan ke mereka. Dan selain itu mereka mendapatkan hak khusus itu dari kerajaan, bahkan sejak ratusan tahun yang lalu,” jelas pemuda itu.

“Hak khusus dari kerajaan…? Hmmm, menarik!” ucap wanita berambut emas itu sambil beranjak pergi setelah melepaskan tangannya dari pinggang sang pemuda. Ia berjalan sedikit jauh dan memperhatikan orang-orang dan kereta-kereta kuda yang lalu-lalang, membawa datang karung-karung dan juga membawa pergi lainnya. Kesibukan yang biasa di gudang-gudang para lumbung.

“Bagaimana pendapatmu bila engkau menjadi seorang lumbung..,” ucap wanita itu perlahan. Ia mengatakan itu sambil berpikir dan tidak menoleh kepada sang pemuda.

“Menjadi seorang lumbung, maksud nionio..?” tanya balik pemuda itu. Ya, menjadi seorang lumbung adalah posisi yang amat diidam-idamkan hampir banyak orang. Kekuasaan yang hampir tak terbatas selain oleh perkumpulan mereka sendiri dan juga kerajaan. Dan yang pasti tak akan kelaparan karena makanan pokok adalah usaha mereka.

“Beritakan kepada anak buahmu! Nanti malan aku jelaskan rencanaku di tempat biasa,” ucapnya. “Dan sekarang pergilah!” katanya sambil mengebaskan tangannya.

Walaupun pemuda itu merasa sedikit tersinggung atas suruhan itu, yang menyiratkan bahwa ia adalah pesuruh dari wanita berambut emas itu, tapi tawaran untuk menjadi seorang lumbung mendinginkan hatinya yang tadi panas. Boleh juga bila itu bisa terwujud. Wanita yang ia tak ragukan kesaktiannya itu sudah tentu punya suatu rencana dan kelihatannya akan melibatkan atau memerlukan dirinya dan teman-temannya. Bergegas ia kemudian berlalu dari sana untuk mengumpulkan anak buahnya yang saat itu umumnya sedang ‘bekerja’ di toko dan pasar, mengumpulkan ‘pajak’.

Sepeninggalnya pemuda itu sang wanita berambut emas masih juga memandangi kesibukan para pekerja keluar masuk gudang-gudang jauh di hadapannya itu. Ia terlihat memperhatikan dengan seksama bagaimana proses mereka bekerja dan juga kadang melihat ke sekelilingnya, menanti seseorang.

“Lo-kai datang menghadap, nionio!” tiba-tiba entah dari mana muncul seoran pengemis tua berbaju hitam dekil. Rambutnya yang kotor telah menyatu sehingga tampak padat dan berbentuk aneh. Baunya, sudah bisa dipastikan akan beraneka rasa.

“Engkau tahu apa yang kupikirkan, Lo-kai?” tanya wanita tersebut kemudian.

“Mengambil alih kekuasaan para lumbung?” tebak Lo-kai, “bukan ide jelek, tapi tidak mudah kelihatannya.”

“Mengapa tidak mudah? Jelaskan, Lo-Kai!” perintah wanita itu.

“Urusan persilatan dan perkumpulan bisa dilakukan dengan kekerasan, dan nionio sudah sukses melakukannya di tempat asal dan sekarang sedang juga membuat baru di sini. Tapi urusan dagang ada hal lain. Permainan alur tigaan. Sulit. Tidak selalu berjalan dengan kekerasan walau bisa. Keuntungan tigaan lebih membutakan dari pada tekanan akan pukulan dan tendangan,” urai Lo-Kai.

“Dan itu semua dari pengalamanmu dulu sebelum ikut denganku, Lo-Kai?” tanya wanita itu balik.

“Benar, nionio! Sebelum aku ikut denganmu, aku ada bekerja sebagai salah satu kaki tangan para lumbung. Aku menyediakan bahan-bahan untuk diangkut ke mari. Aku ambil dengan harga murah dari petani dengan tangan besi. Tapi saat berhubungan dengan para pedangang, tidak mudah. Kita kasari, mereka kabur. Kita rugi. Kita lemah, mereka curi untung,” jelasnya lagi.

Mengangguk-angguk wanita itu mendengar penjelasan Lo-Kai.

“Dan usulmu?” tanyanya kemudian.

“Buat usaha pemasok bahan-bahan pokok, tapi palsu!” ucapnya kemudian setelah berpikir agak lama.

“Palsu usahanya atau bahan-bahan yang dipasoknya?” tanya wanita itu agak tak mengerti.

“Tergantung strategi mana yang ingin diluncurkan,” jawab Lo-Kai sambil menyeringai.

“Aku mencium sesuatu yang tak sedap dalam rencanamu, Lo-Kai!” ucap wanita itu.

“Nionio, sebagai Siluman Wanita Rambut Emas, bukan hal begini biasa-biasa saja, hehehe!” kekeh Lo-Kai gembira. Ia senang melihat merengutnya Nionio, yang membuat Nionio tampak lebih cantik bagi mata tuanya.

“Tapi aku ingin kita benar-benar dapat menjadi seorang lumbung. Itu posisi penting untuk rencana besar kita. Ingat itu!” ucap Nionio kemudian.

“Ya, aku ingat. Tapi engkau juga belum mengatakan sebenarnya apa rencana itu sampai saat ini,” ucap Lo-Kai merengut.

“Untuk itu engkau harus percaya padaku, Lo-Kai. Tenanglah, engkau pastilah orang kedua yang akan menikmati hasil itu nanti,” ucap Nionio meyakinkan.

“Hehehe, dah pemuda kekasihmu sekarang..,” tanya Lo-Kai asal. Ia ingin menguji Nionio.

“Dia…? Dia hanya bidak kecil untuk senang-senang. Kau pun tahu itu, bukan?” jawab Nionio.

“Semoga bidak kecilmu itu bisa membantu rencana besar dan tidak menjadi masalah di kemudian hari,” ucap Lo-Kai.

“Bila ia mengacau.., tinggal dibereskan!” ucap Nionio dingin.

Lo-Kai tergelak mendengar hal itu. Nionio ternyata belum berubah. Hanya keuntungan tujuan akhir yang ia pikirkan. Mengorbankan orang sudah menjadi kebiasaannya. Lo-Kai baginya pun selama masih dibutuhkan. Untuk itu ia, Lo-Kai harus menahan informasi yang berguna sehingga Nionio tidak bisa mendepaknya semudah itu dari rencana semula yang ia sendiri belum tahu dengan jelas. Yang pasti rencana itu melibatkan banyak orang, kekuasaan dan kekayaan.

“Aku percaya kepadamu, Nionio!” ucap Lo-Kai kemudian.

Setelah diam sesaat kemudian Nionio kembali berkata, “Sekarang ceritakanlah rencanamu!”

“Baik!” jawab Lo-Kai, “Ada kabar bahwa dalam waktu dekat, tepatnya bulan depan tanggal 15 akan ada pemilihan ketua baru para lumbung, Lumbung Sejati. Kita mungkin bisa ikut dalam pemilihan itu bila cukup waktu untuk mempersiapkan.”

“Pemilihan Lumbung Sejati?” tanya Nionio. Tertarik hatinya mendengar berita dari Lo-Kai tersebut.

“Ya, benar. Dan seorang dari para lumbung berminat amat untuk menang. Keinginannya yang menggebu ini dapat kita tumpangi. Setelah ia menjadi ketua para lumbung, dapat ia membantu kita sebagai utang dukungan untuk mengangkat kita sebagai seorang lumbung. Terlepas dari kemampuan kita berusaha sebagai seorang lumbung atau tidak,” jelas Lo-Kai.

“Bagus, bagus!!” ucap Nionio.

“Hanya saja, dari seorang pengusaha biasa untuk menjadi seorang lumbung, perlu persyaratan. Salah satunya anak buah, jalur perdagangan dan pemsok. Komponen-komponen ini yang harus kita sediakan. Entah asli atau palsu,” ucap Lo-Kai sambil mengoret-ngoret tanah menjelaskan. Saat itu Nionio sudah bersamanya jongkok dan manggut-manggut.

“Dan siapa nama lumbung ini?” tanya Nionio tiba-tiba.

“Untuk itu, Nionio harus percaya kepada Lo-Kai!” jawab Lo-Kai enteng.

“Baiklah! Aku percaya kepadamu, Lo-Kai! Tolong atur saja. Dana bisa engkau dapatkan dari aku asal jelas laporanmu,” ucapnya kemudian setelah sedikit berpikir. Rupanya ia mendapat rekan yang sebanding licik dan cerdiknya. Lo-Kai harus hati-hati dihadapi. Saat mencapai tujuan, bisa mereka berteman. Saat berjaya nanti, bisa-bisa dia menggunting dalam lipatan atau menohok dari belakang. Tapi Nionio hanya tersenyum, “Lakukan apa yang engkau pikir baik untuk kita!”

Lo-Kai mengangguk, membungkuk sedikit dan lalu hilang dari sana.

“Ginkangnya pun tidak boleh dibuat main-main,” ucap Nionio demi melihat cara Lo-Kai hengkang dari sana. Ia sendiri belum pernah menjajal mati-matian kepandaian pembantunya itu. Hanya dari pekenalan pertama, kepandaian mereka kira-kira setingkat. Hanya kelebihan ilmu silat rambut emasnya yang aneh yang membuat Lo-Kai menyeganinya. Tapi ia merasa bahwa untuk pertarungan yang berlangsung lama, kelebihannya ini tak banyak akan mengungguli Lo-Kai yang ilmu meringankan tubuhnya setingkat di atasnya.

“Nionio, aku telah selesai memberitakan pertemuan nanti malam!” ujar pemuda yang tadi pergi.

“Tiong Pek, bagus kerjamu!” ucap Nionio senang. Lalu lanjutnya, “Sekarang marilah kita nikmati waktu yang tersisa sebelum malam nanti berdua saya!”

Tak bisa menolak Tiong Pek, pemuda itu hanya mengangguk mengiyakan. Menelan ludah ia saat menyatakan setuju tadi. Terbayang sudah pergulatan-pergulatan yang ia alami sejak bersama-sama dengan Nionio, si Siluman Wanita Rambut Emas. Beberapa anak buahnya menasehatinya agar hati-hati. Tapi ia tidak peduli. Selain kenikmatan juga kepandaian silat diturunkan Nionio kepadanya. Dengan itu ia akan dapat mengalahkan Kiang Hu, pemuda yang pernah mengalahkannya itu.

“Nionio!! Ahh!!” ucap pemuda itu yang tak tahan akan belaian Nionio yang menelusup sana-sini dalam bagian dalam bajunya. Bersamaan ia pun mulai membelai-belai dan mencium sana-sini.

“Tiong Pek, ahh!! Engkau makin pandai sekarang!!” ujar Nionio yang segera merangkulnya penuh dan mengenjot langkahnya, pergi dari tempat itu ke suatu tempat di mana mereka bisa menghabiskan sedikit waktu hari itu bersama-sama. Mereguk kenikmatan yang entah hak mereka atau bukan. Mereka tidak lagi peduli. Satu butuh yang lain, walaupun dengan alasan yang berlain-lain.

Sementara itu seorang pemuda tampak tiba sekejap setelah Tiong Pek dan Nionio pergi dari sana. Ia hanya sempat melihat kelebatan bayangan mereka berdua. Gumamnya kemudian, “Ah Pek-ko kembali sibuk dengan perempuan itu. Padahal ada kabar yang harus disampaikan. Sudahlah, nanti malam saja aku kasih dia tahu.”

Pemuda itu pun kembali ke arah ia tadi datang. Langkahnya pelan-pelan seakan-akan sedang memikirkan sesuatu. Tak dilihatnya seorang mengikutinya perlahan di atas pohon dan di atas bangunan di samping mana ia berjalan.

Sesekali pemuda itu menoleh, ia merasa ada yang mengikuti. Tapi kepandaiannya yang rendah membuat ia tak bisa mencerna nalurinya. Ia pun kemudian mengabaikan perasaan itu dan terus berjalan. Sampai di suatu tempat ia benar-benar merasakan kembali kehadiran seseorang di belakangnya, akan tetapi saat ia menoleh terlambat sudah. Sebuah totokan membuatnya kaku dan seberkas bubuk yang diciumkan di hidungnya membuatnya semaput dan pandangannya pun menjadi gelap.

“Bagus, bagus!! Menarik, menarik!!” seru orang yang kemudian memanggul pemuda yang pingsan itu. “Satu boneka sudah didapat. Berita bisa gampang dikorek dan bocor. Hehehehe, enak hidup jadi pemburu berita!”

Gelak tawanya terdengar meninggi dan kemudian hilang bersamaan dengan lenyap sosoknya dari tempat itu.

Tags: